Penggelapan Saham di Blue Bird Terbukti Sejak Tahun 1994

Gambar Gravatar

KABAR DPR – Dr. Mintarsih Abdul Latief selaku pelapor kasus penggelapan saham di PT Blue Bird yang diduga dilakukan oleh Purnomo Prawiro dkk, masih menunggu proses hukum yang masih berjalan di Bareskrim Polri.

Menurut Mintarsih, pada tahun 1971; 4 keluarga mendirikan taksi Blue Bird dengan 100 armada yang berkembang dengan pesat dan pencegahan monopoli yang sudah dipikirkan oleh pemerintah, nyatanya dapat dipatahkan.

“Dugaan pemaksaan jual saham dimulai pada keluarga Teguh Budiwan menjual sahamnya pada tahun 1983, disusul dengan keluarga Jusuf Ilham pada tahun 1991. Akhirnya tersisa 2 keluarga yaitu keluarga Surjo Wibowo dan keluarga ibu Djokosoetono termasuk Chandra, Mintarsih, dan Purnomo,” ujar Mintarsih kepada wartawan di Jakarta, Kamis (14/12/2023).

Lanjut psikiater spesialisasi ahli jiwa ini menerangkan, kemudian Chandra dan Purnomo bersengketa fisik dan harta, melawan para pemegang saham yang tersisa.

Sesuai penelusuran wartawan dari data-data dokumen dan keterangan Mintarsih, bahwa fakta berbicara soal keberanian mencaplok saham mulai diturunkan ke putra dari Chandra, yaitu Kresna Priawan, yang menggelapkan saham Mintarsih di anak perusahaan Blue Bird, yang tidak berhasil didamaikan, sehingga digugat dengan Putusan Pengadilan yang menyatakan bahwa saham Mintarsih harus dikembalikan.

Selain itu dari pihak Purnomo yang pernah ditahan di Polsek dan Polres pada masa remajanya, lantaran terjadi insiden berikutnya di tahun 2000, 13 hari setelah ayahanda Surjo Wibowo meninggal terjadi kekerasan fisik terhadap istri almarhum yang berusia 74 tahun, yang dilakukan Purnomo dengan putri pertama yaitu Sri Ayati Purnomo dan istri. Sungguh suatu perbuatan keji tanpa ada rasa iba.

40 hari setelah Ibu Djokosoetono meninggal, Purnomo membentuk tim untuk menculik Mintarsih. Mintarsih mulai mengundurkan diri sebagai pengurus Perseroan Komanditer yang memiliki saham terbesar di Blue Bird.

“Oleh Purnomo dan Chandra, permohonan mengundurkan diri ini dipelesetkan menjadi keluar dari perseroan alias hilang harta kepemilikan. Walaupun tidak pernah ada tanda tangan pelepasan saham Blue Bird, tanpa adanya pembayaran pengalihan harta saham di Blue Bird namun harta beralih ke Purnomo dan Chandra melalui Akta Notaris, yang baru terungkap setelah 12 tahun,” beber Mintarsih.

30 hari berikutnya Chandra dan Purnomo meminta dibuatkan Akta otentik berupa pembagian harta peninggalan tanpa kehadiran Mintarsih, yang digugat oleh Mintarsih dengan Putusan yang aktanya berhasil dibatalkan.

Berikutnya giliran putri dari Purnomo, yaitu Sri Adriyani Lestari untuk merekomendasikan merekayasa adanya Sita jaminan tanah Mintarsih ke BPN, tanpa ada putusan pengadilan yang mendasarinya.

Pelaporan ke Bareskrim Mabes Polri oleh Mintarsih adalah perjuangan mendapatkan keadilan atas perampasan hak Mintarsih di Blue Bird, yang mempengaruhi perbaikan dunia usaha agar tetap kondusif.

“Dalam perjalanan menunggu proses pidana di Mabes Polri terkait penghilangan saham saya, pihak Blue Bird yaitu Andre dan Bayu melakukan somasi Putusan MA tahun 2016 yang sebenarnya tidak tercantum diputusan MA tersebut,” pungkas Mintarsih.

Kasus penghilangan saham di Blue Bird ini pun sebelumnya telah menjadi sorotan banyak pihak, diantaranya para pakar hukum Prof Mudzakkir dari Universitas Islam Indonesia (UII), Prof Wila Chandra Wila Supriadi Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Parahyangan dan Prof Hibnu Nugroho Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed).

Prof. Dr. Wila Chandrawila Supriadi SH mengatakan saham tidak akan hilang dengan sendirinya, apabila seseorang mengundurkan diri dari sebuah perusahaan, sebab ada aturan baku yang mengatur. “Pengalihan saham itu ada notarisnya, melalui RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), dan jika nanti dalam pemeriksaan terbukti ada pengalihan saham yang tanpa diketahui oleh pemilik saham asli maka itu pidana,” ujar Prof. Wila kepada wartawan di Jakarta, Kamis 7 September 2023.

Dijelaskan lagi, bahwa di dalam Kitab Undang-Undang Perdata di buku 2, juga mengatur tentang hal tersebut. “Tentang kebendaan, benda itu terdiri dari barang dan hak. Saham itu hak, jadi hak kepemilikannya itu dalam bentuk hak. Umpamanya dia jual, itu tentunya berdasarkan RUPS semuanya itu, kalau dijual, notarial ya, penjualan saham itu. Tanpa adanya notaris itu tidak ada penjualan saham. Kalau pidananya, misalkan notarisnya (ikut) terlibat memalsukan dan segala macem itu urusan dari pidana,” ungkap Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Parahyangan Prof. Wila Chandrawila Supriadi.

Seperti diketahui sebelumnya Mintarsih Abdul Latief dalam laporannya ke Bareskrim Mabes Polri bernomor: LP/B/216/VIII/2023/SPKT/BARESKRIM POLRI tanggal 2 Agustus 2023, ditandatangani Iptu Yudi Bintoro (Kepala Subbagian Penerimaan Laporan), dengan terlapor adalah Purnomo Prawiro dkk.

“Iya, dalam laporan terlapor di Bareskrim yaitu Purnomo Prawiro, Chandra Suharto, Gunawan Surjo Wibowo, Sri Ayati Purnomo, Sri Adriyani Lestari, Adrianto Djokosoetono, Kresna Priawan, Sigit Priawan, Bayu Priawan, Sigit Priawan, Indra Priawan, ujar Mintarsih.

Apa reaksi anda soal berita ini?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
Iklan-Admin

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *