Gedung Kemenkumham Terbakar Setelah Pengesahan RKUHP Jadi UU

Gambar Gravatar
Gedung Kemenkumham Terbakar Setelah Pengesahan RKUHP Jadi UU
Ilustrasi Gedung Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) di Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan mengalami kebakaran, Kamis (8/12/2022).

Selain itu, banyak kasus telah terjadi dalam pidana mati yakni kesalahan penjatuhan hukuman yang baru diketahui ketika korban telah dieksekusi.

3. Larangan penyebaran komunisme/marxisme-leninisme atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila di muka umum.

Bacaan Lainnya

Pasal ini berpotensi mengkriminalisasi setiap orang terutama pihak oposisi pemerintah karena tidak ada penjelasan terkait “paham yang bertentangan dengan Pancasila”, yang mana akan menjadi pasal karet dan dapat menghidupkan konsep pidana subversif seperti yang terjadi di era orde baru.

4. Penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara

Pasal ini juga berpotensi menjadi pasal pasal anti demokrasi karena tidak ada penjelasan terkait kata “penghinaan”. Pasal ini berpotensi digunakan untuk membungkam kritik terhadap pemerintah dan lembaga negara.

5. Contempt of court

Tidak ada penjelasan yang terang mengenai frasa “penegak hukum” sehingga pasal tersebut berpotensi mengkriminalisasi advokat yang melawan penguasa.

Sebagaimana diketahui, terjadi banyak kasus di persidangan yang menunjukkan bahwa hakim berpihak kepada penguasa. Selain itu, pasal ini juga mengekang kebebasan pers karena larangan mempublikasi proses persidangan secara langsung.

6. Kohabitasi atau hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan

Dan dalam pasal tersebut, tidak ada penjelasan terkait hidup bersama sebagai suami istri”. Sehingga pasal ini berpotensi memunculkan persekusi dan melanggar ruang privat masyarakat.

7. Penghapusan ketentuan yang tumpang tindih dalam UU ITE

Seharusnya yang dilakukan adalah mencabut seluruh ketentuan pidana dalam UU ITE yang duplikasi dalam RKUHP, tidak hanya pada Pasal 27 ayat(1), 27 ayat (2), dan 28 ayat (2) UU ITE seperti (a) Pasal 27 ayat (1) , ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) UU ITE; (b) Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) UU ITE; (c) Pasal 29 UU ITE.

Selain itu, frasa “melakukan melalui sarana teknologi sebagai pemberat menjadikan hal ini berbahaya karena misalnya, seseorang yang terkena ancaman pidana fitnah, bisa mendapat tambahan pidana dengan adanya frasa ini.

8. Pasal tentang Unjuk Rasa

Pasal ini seharusnya memuat definisi yang lebih ketat terkait “kepentingan umum” karena frasa ini berpotensi menjadi pasal karet yang bisa mempidana masyarakat yang melakukan unjuk rasa untuk menagih haknya.

Dan Frasa “pemberitahuan” seharusnya perlu diperjelas dan bukan merupakan izin, sehingga hanya perlu pemberitahuan saja ke aparat yang berwenang dan tidak ada pembatasan tiga hari sebagaimana janji pemerintah.

9. Penghapusan Unsur Retroaktif pada Pelanggaran HAM berat

Dalam naskah terakhir dari RKUHP, negara menerapkan asas non-retroaktif, artinya kejahatan di masa lalu tidak dapat dipidana dengan peraturan baru ini.

Dengan diaturnya pelanggaran HAM berat di RKUHP menandakan bahwa segala pelanggaran HAM berat masa lalu dan semua pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum disahkannya RKUHP tidak dapat diadili.

Selain itu, masa daluarsa yang diatur di RKUHP juga terlalu singkat, padahal pelanggaran HAM berat mustahil untuk diselesaikan dalam waktu yang sebentar, apalagi para pelakunya merupakan orang yang memiliki kuasa dan sumberdaya lebih untuk menghambat proses hukum.

10. Pasal yang Mengatur Kohabitasi Berpotensi Mempidanakan Korban Kekerasan seksual.

Adanya pasal yang mengatur kohabitasi berpotensi mempidanakan korban kekerasan seksual.

11. Meringankan Ancaman bagi Koruptor

Dalam draf RKUHP terakhir, ancaman terhadap koruptor terlalu ringan dan tidak memberikan efek jera terhadap koruptor yang di mana tindak pidana korupsi adalah kejahatan yang berdampak luas bagi masyarakat.

12. Korporasi sebagai Entitas Sulit Dijerat

Draft RKUHP terakhir telah menambahkan syarat pertanggungjawaban korporasi.

Namun, pertanggungjawaban korporasi masih dibebankan kepada pengurus. Kecil kemungkinannya korporasi bertanggung jawab sebagai entitas. Pengaturan seperti ini justru rentan mengkriminalisasi pengurus korporasi yang tidak memiliki kekayaan sebanyak korporasi dan pengurus dapat dikenakan atau diganti hukuman badan. Pengaturan ini juga rentan mengendurkan perlindungan lingkungan yang mayoritas pelakunya adalah korporasi.

Baca Artikel Lainnya di Google Berita

Apa reaksi anda soal berita ini?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
Iklan-Admin

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *