Tolak RUU Kesehatan Omnibus Law, DPR: IDI Dikeluarkan Saja dari UU

Gambar Gravatar
Anggota DPR Kompak Kritik Sistem Pemilu Proporsional Tertutup
Sidang DPR RI

KABARDPR.COM – Anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani Chaniago mendesak agar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tidak alergi serta super body karena menolak masuk dalam UU Omnibus Law Kesehatan.

Hal ini disampaikan Irma terkait dengan respon keras IDI menolak keras RUU Kesehatan Omnibus Law yang salah satu poin ditolak IDI karena RUU ini justru berpotensi memecah belah antara tenaga kesehatan.

Bacaan Lainnya

Selain itu, IDI berpendapat, RUU ini akan merugikan profesi dan masyarakat, RUU ini bertentangan dengan Pancasila, hilangan norma agama terkait aborsi, transpalnatasi organ tubuh yang merendahkan kemanusiaan, zat adiktif (narkotika), data dan informasi kesehatan terkait genetik yang bisa ditransfer ke luar wilayah Indonesia.

Irma melanjutkan, jika IDI bersikeras menolak apa yang ada dalam RUU Kesehatan Omnibus Law ini, maka politikus NasDem ini menyarankan IDI memposisikan sebagai organisasi profesi yang sama dengan orghanisasi profesi lainnya, agar semua Anggota bisa secara demokrasi memilih orghanisasi mana yang menaunginya.

“Semua profesi seharusnya diperlakukan sama tidak perlu ada yang di “exlusive’ karena itu melanggar hak asasi manusia dan hak berdemokrasi,” kata Irma kepada wartawan di Jakarta, Selasa (17/1/2023).

Irma pun menilai, penolakan IDI atas RUU Kesehatan ini karena mereka tidak mau kewenangan0nya dikurangi, disesuaikan sebagai organisasi profesi, karena selama ini IDI sangat super body.

Karena itu, alih-alih membantu dan melindungi anggota disinyalir mereka malah menyulitkan anggota. “Sehingga menurut hemat saya IDI tidak perlu masuk dalam UU Omnibus Kesehatan, mereka cukup diposisikan sebagai organisasi profesi saja,” tegas Legislator dapil Sumsel II ini.

Sebelumnya, Juru Bicara Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr Mahesa Pranadipa Maikel, MH, terdapat beberapa alasan yang membuat mereka menolak RUU Kesehatan Omnibus Law. Mahesa mengatakan, alasan pertama adalah lahirnya regulasi atau undang-undang harus mengikuti prosedur yang terjadi yaitu terbuka kepada masyarakat.

“Pertama adalah proses terbitnya sebuah regulasi dalam hal ini Undang-undang. Harus mengikuti prosedur yang terjadi yaitu terbuka transparan kepada masyarakat,” kata Mahesa.

Dalam pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mahesa dan sejumlah organisasi profesi kedokteran menilai proses yang dilakukan melalui program legislasi nasional (Prolegnas) terkesan sembunyi, tertutup dan terburu-buru.

Selain itu, Mahesa menilai sikap pemerintah yang seolah tertutup membuat masyarakat tidak mengetahui apa agenda utama dalam pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law.

Alasan kedua, kata Mahesa, karena organisasi profesi kedokteran melihat ada upaya liberalisasi dan kapitalisasi kesehatan melalui RUU Kesehatan Omnibus Law.

Menurut Mahesa, jika pelayanan kesehatan dibebaskan tanpa kendali dan memperhatikan mutu maka akan menjadi ancaman terhadap seluruh rakyat. “Anda dan saya tidak ingin pelayanan kesehatan ke depan dilayani tidak bermutu. Karena taruhannya adalah keselamatan dan kesehatan,” papar Mahesa.

Alasan ketiga menurut Mahesa adalah soal penghapusan peran organisasi profesi dalam pengawasan, pembinaan, penerbitan rekomendasi dan Surat Tanda Registrasi (STR). Mahesa berpendapat, STR seluruh tenaga kesehatan itu harus diregistrasi di konsil masing-masing dan seharusnya dilakukan evaluasi setiap lima tahun sekali.

“Tetapi di dalam subtansi RUU kami membaca ada upaya untuk menjadikan STR ini berlaku seumur hidup. Bisa dibayangkan kalau tenaga kesehatan praktik tidak dievaluasi selama lima tahun, itu bagaimana mutunya,” kata Mahesa.

Apa reaksi anda soal berita ini?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
Iklan-Admin

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *