Praktisi Hukum Ungkap Potensi Dugaan Oknum Ingin Jadi PPPSRS Demi Cuan

Gambar Gravatar

KABAR DPR – Praktisi hukum Rizal Siregar mengkritik terkait meningkatknya konflik antar warga dalam perebutan pengurus Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) di DKI Jakarta dalam beberapa tahun terakhir.

Menurutnya, kepengurusan PPPSRS seringkali dimanfaatkan oleh oknum tertentu yang mencari keuntungan dan cuan.

Sebagai informasi, rata-rata dana Iuran Pemeliharan Lingkungan (IPL) yang ditarik setiap apartemen yang memiliki sekitar 1.000 unit itu di atas Rp1 miliar. Dengan kewenangannya, pengurus terutama Ketua bisa menentukan siapa vendor pengelola dan pengadaan barang.

”Oknum-oknum ini selalu membuat isu yang menjelek-jelekan pengembang, bahkan hoaks untuk mendapatkan simpati pemilik dan penghuni apartemen. Misalnya pengembang ingin terus menguasai pengelolaan apartemen, pengelolaan tidak transparan, bahkan menindas pemiliki dan penghuni,” kata Rizal kepada wartawan, Senin (14/8).

Rizal juga melihat jika eskalasi konflik ini pun sebenarnya bisa semakin besar setelah pnerbitan Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta 132 tahun 2018 Tentang Pembinaan Pengelolaan Rumah Susun Milik, kemudian direvisi dua kali (Pergub 133/2019 dan Pergub 70/2022). Dimana semangat Pergub itu  membatasi ruang gerak pengembang dalam pengelolaan apartemen.

Beberapa aturan yang membatasi itu, antara lain: Surat Kuasa mengikuti Rapat Umum Anggota (RUA) harus diberikan kepada orang dalam satu Kartu Keluarga (anak, istri, atau saudara) dan hak suara memilih pengurus one name one vote.

”Sebetulnya tujuan baik yaitu agar pengembang yang menabrak aturan dan berbuat sewenang-wenang  dalam mengelola apartemen dibatasi. Namun dalam praktiknya ternyata tidak menyelesaikan masalah. Karena tidak semua pengembang itu punya niat tidak baik. Umumnya  mereka tidak mau jejak rekamnya buruk karena ada proyeknya jadi kumuh setelah mereka ditinggalkan,” jelas Rizal.

Oleh sebab itu, kata Rizal, pemilik atau penghuni kerap meminta vendor dan perusahaannya memenangkan tender pengelolaan apartemen itu.

Mereka akan mendukung siapa saja jadi ketua dan pengurus asal dapat pekerjaan. Tentunya mereka akan lebih leluasa mengatur tender dan pengadaan barang apabila menguasai kepengurusan PPPSRS.

Padahal sebagian besar pemilik/penghuni dan investor yang merupakan silent majority mendukung siapa saja duduk sebagai pengurus PPPSRS asal profesional. Mereka tidak mempersoalan jika pengembang juga ikut pengurus PPPSRS sebagai pemilik unit yang belum laku.

”Karena itu jangan heran kalau tak sedikit apartemen menurun kualitas pengelolaannya, bahkan terjadi KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) pasca penyesuaian PPPSRS menurut Pergub DKI. Sehingga menurut hemat saya, tidak ada urgensinya dikotomi pengembang dan pemilik dalam kepengurusan PPPSRS, sebab tidak jaminan akan lebih baik. Yang terpenting aturan yang dibuat harus berimbangan dan adil,” tambahnya.

Rizal yang juga pengamat rumah susun ini menyebutkan jika pengelolaan apartemen lebih baik ketika pengurus PPPRS-nya itu murni pemilik. Bahkan ada contoh apartemen di Jakarta Selatan yang ketua PPPSRS-nya adalah mantan anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI Jakarta era Anies Baswedan diduga membayar pajak pribadi pakai uang PPPSRS, menempatkan orang-orangnya di badan pengelola, dan melakukan pekerjaan yang tidak ada di Rencana Kerja Tahunan (RKT).

Rizal mengatakan, dalam pengamatannya sebagian oknum pemilik/penghuni yang ngotot jadi pengurus ini adalah orang-orang tidak punya pekerjaan tetap, bahkan ada yang terlibat kasus hukum misalnya penipuan. Repotnya, dalam aturan perundang-undangan tidak ada kualifikasi kapasitas dan kapabilitas pemilik yang boleh jadi pengurus, selain hanya berdomisili di apartemen dan menyelesaian kewajibannya (tidak ada tunggakan).

Apa reaksi anda soal berita ini?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
Iklan-Admin

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *