Halal Bihalal dan Diskusi F-BUMINU Soroti Regulasi BP2MI yang Dianggap Tumpang Tindih 

Gambar Gravatar

KABARDPR.COM,JAKARTA-Halal Bihalal dan Diskusi F-BUMINU SARBUMUSI (Federasi Buruh Migran Nusantara Sarikat Buruh Muslimin Indonesia) yang digelar di Upnormal Café Roaster Jakarta berlangsung Khidmat.

Dalam diskusi tersebut dihadiri hampir 25 orang pengurus inti yang mempunyai Identitas F-BUMINU SARBUMUSI NU secara kelembagaan perlu dipertegas dalam konstelasi gerakan buruh migran berbasis aset kelembagaan yang dimiliki dan peta gerakan buruh migran saat ini, maka identitas F-BUMINU SARBUMUSI NU akan dibangun sebagai lembaga yang terdepan di bidang pengembangan kapasitas buruh migran, selain itu F-Buminu sebagai Badan Otonom Sarbumusi Nahdatul Ulama mempunyai pesan moral untuk memegang teguh Prisip Tawasut, Tasamuh, Tawajun, I’tidal, Artinya besikap seimbang dan penengah bagi kepentingan semua pihak yang terkait saling menghormati tupoksinya masing-masing sehingga menghasilkan keadilan bagi semua pihak terkait.

Dari Diskusi tersebut F-Bumini secara Keorganisasian menyoroti beberapa poin penting terkait masih maraknya Pemberangkatan Non Prosedural yang cenderung pada TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) serta perlindungan secara umum kepada PMI (Pekerja Migran Indonesia) dianggap masih belum mendapat perhatian yang serius dari pemerintah.

F-Buminu menilai pemerintah akan bergerak ketika sudah ada yang menjadi korban sementara Akar persoalan terjadinya TPPO dan pencegahan masih minim perhatian. Kemiskinan, pendidikan rendah, konflik Rumah Tangga dan Perceraian adalah (Posisi rentan) yang sering dimanfaatkan oleh para pelaku kejahatan dengan modus iming-iming yang menggiurkan, Ketidak tahuan dan minimnya Sosialisasi menjadi celah bagi para pelaku untuk melakukan perekrutan dan menjadi korban, sementara tindakan hukum bagi para pelaku serta adanya keterlibatan oknum plat merah menjadi ruang terbuka bagi para pelaku untuk terus merekrut dengan berbagai modus hingga kasus TPPO selalu berulang dan berulang.

Disisi lain F-Buminu menyoroti adanya regulasi yang masih tumpang tindih antara regulator yaitu kementerian Ketenagakerjaan dan BP2MI (Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia) sebagai Operator yang berakibat pada sulit dan berbelitnya proses di Pra Penempatan bagi CPMI (Calon Pekerja Migran Indonesia) terutama di Daerah, selain itu Pemerintahan desa belum menjadi pusat informasi sebagaimana mandat Pasal 42 UU Nomor 18 Tahun 2017 UU PPMI, 80% informasi kerja luar negeri datangnya justru dari calo/sponsor, (online/ofline) dan media sosial, selanjutnya Pemerintah masih mempercayakan Pelatihan Lembaga BLK (Balai Latihan Kerja) kepada pihak swasta sehingga seringkali Sertifikat hanya menjadi syarat dokumen bukan berdasarkan kompetensi.

Sementara di Negara Penempatan F-Buminu menyoroti bahwa Belum adanya layanan terpadu yang memverifikasi PMI, Majikan, Agen dari pihak Atnaker/KBRI untuk serah terima/berita acara di embarkasi kedatangan, PMI selalu dijemput langsung oleh pihak agen atau majikan, berdampak pada ketika PMI mengalami eksploitasi, kerja berlebih, kekerasan fisik, seksual , PHK, kabur, PMI tidak tau atau takut melaporkan permasalahanya karena sulit mendapatkan akses.

Di Kepulangan atau Purna PMI ketika ada Hak yang terlanggar seperti Gaji belum dibayar atau hak lainnya masih sulit diurus, sewlain itu sulit untuk mendapatkan Pemberdayaan Purna bahkan mengggurpun purna PMI tidak mendapatkan BLT, PKH dari pemerintah.

Dari hasil diskusi dengan seluruh jajaran yang hadir Merumuskan dan merekomendasikan sekaligus menjadi program kerja F-Buminu kedepan, dan siap berkolaborasi dengan pihak manapun termasuk pemerintah, karena ini adalah tanggungjawab semua pihak.

Oleh sebab itu berdasarkan a. (Alinea 4, UUD 1945)Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, b. (UUD 1945 pasal 27 ayat 2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, c. UU No. 18 Tahun 2017 tentang PPMI, d. (Konvensi PBB tahun 1990) Konvensi Internasional Tentang Perlindungan Hak Semua Buruh Migran dan Anggota Keluarganya, e. Konvensi ILO tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga (No 189/2011), f. Deklarasi ASEAN tentang Perlindungan dan Promosi Hak-hak Buruh Migran (tahun 2007).

1. Momentum Kepemimpinan Nasional yang baru beru F-Buminu berharap adanya kementerian khusus yang fokus pada Tatakelola Perlindungan dan penempatan PMI;

2. Mendorong DPR RI untuk segera mengesahkan RUU PPRT menjadi UU PPRT karena walau bagaimanapun UU ini satu rangkaian penting terhadap perlindungan PMI yang mana 60 % PMI di Luar Negeri adalah PRT (Pekerja Rumah Tangga);

3. Melaksanakan dan implementasi menyeluruh Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2019 tentang Desmigratif (Desa Migran Produktif) yang telah ditandatangani oleh 8 Kementerian Lembaga, untuk mengakomodir persoalan-persoalan yyang selama ini terjadi;

4. Memberikan Pelatihan dan edukasi yang benar kepada Calon PMI dengan penguatan mental barbasis keagamaan Ahlusunnah Waljamaah;

5. Memberikan ruang Pendidikan lanjuutan ang mudahh dan murah kepada PMI diluar Negeri.

6. Memberikan ruang-waktu untuk melakukan tes kesehatan dan olahraga yang terjadwal bagi PMI di Luar Negeri;

7. Menyediakan Perumahan yang mudah dan murah bagi PMI;

8. Madorong adanya Tindakan yang tegas bagi para pelaku baik individu maupun Corporasi dan Oknum Plat merah yang terindikasi terlibat TPPO.

Dari hal tersebut diatas Ali Nurdin selaku Ketua Umum F-Buminu mengatakan bahwa rekomendasi ini sangat bisa dilakukan, Mengingat Konstribusi PMI sangat besar yang mampu menjadi penyumbang Devisa Negara terbesar kedua setelah Migas sehingga harus menjadi perhatian serius, karena selama ini PMI hanya menjadi objek kepentingan saja baik politik maupun ekonomi semata, sementara dimata umum Derajat PMI masih dipandang sebelah mata, kemudian Negara sedang menghadapi Bonus demografi dimana angkatan kerja sangat berlimpah sementara lapangan kerja semakin sempit dengan adanya era digitalisasi dan penggunaan alat modern, sehingga bekerja ke Luar Negeri akan menjadi solusi untuk mengurangi angka pengangguran di dalam negeri sehingga tatakelola penempatan dan perlindungan PMI harus perhatian serius pemerintah.

Ali Nurdin juga menambahkan bahwa rekomendasi ini menjadi tanggung jawab Moral sebagai ketua yang juga pernah mengalami mulai menjadi korban, pernah menjadi PMI bahkan Ali Nurdin juga menyebutkan bahwa dirinya adalah salahsatu dari jutaan PMI yang gagal sehingga mengetahui apa yang dibutuhkan PMI dan tidak ingin ada PMI mengalami hal yang sama.

Apa reaksi anda soal berita ini?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *