Catatan Formasi Bagi Demokrasi di Mata Anak Muda

Gambar Gravatar

KABAR DPR – Pemilu 2024 menjadi salah satu salah satu wujud demokrasi di Indonesia. Tinggi atau rendahnya partisipasi politik di masyarakat menjadi indikator penting bagaimana perkembangan demokrasi di suatu negara.

Semakin tinggi tingkat partisipasi politik masyarakatnya, maka hal ini menunjukkan bahwa mereka peduli terhadap perkembangan politik di negara mereka. Sebaliknya, semakin rendah angka partisipasi politik masyarakat di suatu negara menjadi hal yang harus diperhatikan.

Bacaan Lainnya

Jika menelisik lebih jauh, menjadi sangat penting untuk melihat golongan anak muda sebagai salah satu kelompok yang memengaruhi dan menjadi aspek penting terkait tinggi rendahnya tingkat partisipasi politik.

Hal ini mengingat acapkali anak muda seringkali dianggap dan dijadikan target komoditas yang sangat penting dalam kontestasi politik, seperti pemilihan presiden dan wakil presiden, legislatif, dan Pilkada. Selain itu, jumlah populasi anak muda yang mendominasi jumlah penduduk Indonesia menjadi hal yang tidak dapat dipungkiri.

Pemilih terbanyak di 2024 adalah anak muda.

Dari daftar pemilih tetap (DPT) yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebanyak 204.807.222 pemilih. Berdasarkan hasil rekapitulasi DPT, mayoritas pemilih didominasi dari kelompok generasi Z (<=26 tahun) sebanyak 46.800.161 pemilih atau sebanyak 22,85% dan kaum milenials (27-42 tahun) sebanyak 66.822.389 atau 33,60% pemilih dari DPT sehingga secara keseluruhan sekitar 55,85% adalah pemilih muda.

Namun, dari 9.917 Daftar Calon Tetap (DCT) yang maju sebagai calon anggota legislatif (legislatif) DPR RI 2024-2029 yang diusung 18 partai politik (Parpol) sebanyak 67% lebih dari 41 tahun, 12% lebih dari 61 tahun dan di bawah 41 tahun hanya 33%. Melihat dari data tersebut anak muda masih kurang berada di posisi pinggir, belum mengambil porsi yang cukup dalam pesta demokrasi 5 tahunan tersebut.

Kornas FORMASI Indonesia Moeda, Syifak Muhammad Yus, menduga ada keterlambatan regenerasi yang dilakukan oleh parpol sehingga anak muda harus mengantri lebih lama untuk masuk ke gelanggang politik dibandingkan dengan para tokoh senior yang sudah memiliki modal pengalaman dan popularitas, dibandingkan dengan anak muda.

Demokrasi jangan hanya sebatas jargon

Pemilu yang diharapkan menjadi momentum konsolidasi demokrasi dan mempererat kesatuan bangsa tidak jangan hanya dimaknai sebagai jargon-jargon pemanis kampanye saja. Tetapi demokrasi harus dimaknai dan digunakan untuk usaha yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran dan kemajuan bangsa Indonesia.

“Di mata anak muda demokrasi harus termanifestasi dalam bentuk pemerataan pembangunan, hilirisasi industri, kesempatan memimpin bagi semua anak bangsa tanpa ada pembatasan pembatasan dan selalu menempatkan kepentingan bangsa diatas kepentingan lain,” tutur Syifak dalam keterangannya, Jumat (17/11/2023)

Lawan Hoax

Sebagai generasi muda tahun politik sangat rawan terhadap hoax yang dapat menimbulkan kegaduhan, adu domba dan perpecahan. FORMASI mendorong agar para politisi dan elit parpol lebih mengarah ke kampanye positif daripada kampanye negatif, apalagi hoaks. Saatnya calon pemimpin lebih mengutamakan kampanye visi dan misinya daripada hanya menyerang pihak lain menggunakan isu isu yang belum terbukti.

Demokrasi sudah semestinya dimaknai sebagai satu ruang gagasan untuk semua termasuk anak muda. Pemilu tidak lagi sebagai ruang yang melahirkan konflik kontra produktif namun menjadi ruang dialektika. Perbedaan pilihan adalah perbedaan gagasan untuk kemajuan bersama, pertarungan gagasan itu memungkinkan setiap anak bangsa dapat menyumbangkan pikirannya, setidaknya Indonesia EMAS 2045 dalam mencapainya akan lebih mudah karena dipikirkan oleh semua golongan.

Apa reaksi anda soal berita ini?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
Iklan-Admin

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *