ANPL Tuntut KKP Selaraskan Nomenklatur Jual Beli Benur Lobster

Gambar Gravatar
Aksi Unjuk Rasa Aliansi Pro Nelayan Lobster (APNL) di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jumat (19/1/2024).

KABAR DPR – Sejumlah pemuda yang tergabung dalam Aliansi Pro Nelayan Lobster (APNL) menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jumat (19/1/2024).

Dalam orasinya, mereka menolak program BLU KKP yang dinilai tak memihak kepada kepentingan masyarakat dan negara. Namun, justru memihak kepada kepentingan kelompok tertentu alias oligarki.

Akibatnya, para nelayan lobster pun tak luput terkena dampak serius atas program BLU Kementerian Kelautan dan Perikanan tersebut.

“Kebijakan atau regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam hal ini KKP dinilai tidak berpihak kepada kepentingan rakyat. Tapi, justru berpihak kepada kepentingan kelompok tertentu (oligarki),” kata Koordinator Aksi, Ali Loilatu dalam orasinya di kantor KKP RI, Jumat (19/1).

“Rakyat merasa tertindas dan di diskriminasi (imbas program BLU KKP) tersebut, salah satunya adalah para nelayan lobster di Indonesia,” tambahnya.

Menurutnya Ali, para nelayan tidak bebas untuk menjual Bening Benur Lobster (BBL) imbas dari program tersebut. Sehingga, harga BBL itu ditentukan berdasarkan kemauan atau pesanan harga dari para oligarki.

Di sisi lain, KKP juga menaikkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dalam bidang perikanan (Lobster), sehingga hal ini membuat nelayan Lobster menjadi tidak sejahtera.

Selain itu, Ali menilai bahwa KKP telah mengacak dan tidak melaksanakan berbagai macam kebijakan atau regulasi yang sudah ada atau terdahulu. Sehingga hal inilah yang menyebabkan kepentingan kesejahteraan rakyat terutama nelayan lobster tidak diakomodir.

“Oleh sebab itu, kami menolak program BLU KKP yang mengambil alih jual-beli dan ekspor Bening Benur Lobster (BBL) dan menekan nilai Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang fantastis kepada tiap nelayan sebesar Rp 6.000 (enam ribu rupiah),” tegas Ali.

“KKP juga segera selaraskan nomenklatur penangkapan, jual beli dan ekspor BBL sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) KP Nomor 12 tahun 2020 yang di pandang menguntungkan masyarakat nelayan, bukan melakukan regulasi permen baru. Ini menjadi hal yang patut di pertanyakan terkait permen baru yang sudah di terbitkan,” sambung dia.

Pasalnya, sering adanya pergantian regulasi di KKP juga berdampak pada nelayan yang ada. Tak hanya itu, pergantian regulasi yang sering dilakukan bisa menimbulkan masalah yang cukup kronis khususnya para nelayan.

“Menurut kami, seringnya perbaikan regulasi maka akan berdampak pada nelayan kita. Hal ini sangat mengurangi kesiapan nelayan benur dalam pembudidayaan dan penangkapan, sehingga dalam perjalanannya akan menimbulkan masalah,” jelasnya.

“Jadi harapannya, lebih baik KKP harus berpedoman pada Permen KP Nomor 12 tahun 2020. Sehingga, tidak ada kontroversi satu pihak dengan pihak yang lain. Pun juga menguntungkan nelayan lobster secara keseluruhan,” tutup Ali.

Apa reaksi anda soal berita ini?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
Iklan-Admin

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *