Bisa Dipidana, KPU-Bawaslu Ingatkan Sejumlah Hal Pada Lembaga Survei

KABARDPR.COM – Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengingatkan sejumlah hal yang perlu diperhatikan dan dipatuhi oleh lembaga survei jelang Pemilu 2024. Karena, bukan hanya sanksi teguran dan administrasi, lembaga survei juga bisa disanksi pidana denda dan kurungan penjara.

Kabag Hubungan Antara Lembaga KPU RI Dohardo Pakpahan mengatakan, lembaga survei diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) No. 9 Tahun 2022 tentang Partisipasi Masyarakat terkait Pemilu dan Pilkada. Partisipasi masyarakat itu ada 4 pokok yang penting yakni sosialisasi, pendidikan politik bagi pemilih, survei atau jajak pendapat, dan penghitungan cepat. Dan lembaga survei harus terdaftar dan tersertifikasi di KPU.

Bacaan Lainnya

“Pendaftaran lembaga survei, sesuai PKPU yang sudah kami sampaikan, pertama berbadan hukum di Indonesia, kedua bersifat independent, mempunyai sumber dana yang jelas, dan terakhir terdaftar di KPU,” kata Donardo dalam diskusi yang betajuk “Menegaskan Posisi & Peran Lembaga Survei Menghadapi Pemilu 2024” di Jakarta Design Center, Kamis (19/1/2023).

Dalam persyaratan tersebut, Donardo menjelaskan, lembaga survei harus paling lambat 30 hari sebelum pemungutan suara pemilu atau pilkada, dan lembaga survei itu harus sudah terdaftar minimal 1 tahun di asosiasi survei. Dan mendapatkan sertifikat terdaftar.

Donardo juga mengatakan, ada pelanggaran survei jajak pendapat dan hitung cepat, masyarakat bisa menyampaikan pengaduan pada Bawaslu sesuai ketentuan perundang-undangan, Bawaslu akan memproses dan aka nada rekomendasi yang diteruskan, apabila dugaan pengaduan terkait pelanggaran etika disampaikan kepada KPU menyerahkan kepada asosiasi.

“Kami sampaikan kepada asosiasi untuk dilakukan penilaian oleh asosiasi menilai, apabila terbukti maka akan diberi sanksi. Sanksi berupa peringatan atau pencabutan sertifikat terdaftar di KPU,” ungkapnya.

Kemudian, Anggota Bawaslu RI Puadi menekankan bahwa lembaga survei bukan hanya diminta untuk membentuk asosiasi, tapi dalam melakukan survei juga harus jelas dan sesuai metodenya secara ilmiah. Dalam pendaftaran di KPU, ada verifikasi administrasi untuk menjadi lembaga survei di PKPU No. 9/2022, bahwa lembaga survei harus berbadan hukum. Berkaca pada Pemilu 2019, ia melihat banyak lembaga survei yang tidak beres dan tidak objektif.

“Idealnya harus menggunakan metode yang secara akademik harus ilmiah. Kalau tidak asal-asalan mekanismenya. Syaratnya pintu masuknya harus terdaftar dulu,” kata Puadi di kesempatan sama.

Puadi menjelaskan, perlu menjadi suatu catatan bahwa dalam pemilu dan pilkada survei menjadi alat untuk memetakan peta politik. Namun, ia juga mengingatkan agar lembaga survei jangan melakukan pelanggaran yang diatur dalam Pasal 448-450 UU Pemilu, seperti misalnya melakukan survei atau jajak pendapat di masa tenang.

Puadi mengingatkan bahwa lembaga survei harus berpedoman pada prinsip penyelenggaraan pemilu, sehingga kehadirannya tidak merusak tatanan demokrasi, membuat transisi demokrasi menjadi kompeten, dan prinsip keterwakilan dan keilmiahannya harus ada dan mewakili perkumpulan suatu masyarakat.

“Lembaga survei ada pesenan enggak nih? Kalau itu yang terjadi tidak ilmiah lagi. Dalam metode harus jelas. Selain prinsip keterwakilan dan keilmiahan, integritas yang utama karena terkait kode etik, kalau tidak memerhatikan integritas ini menyangkut persoalan keberpihakan, lembaga survei juga harus independen, ini yang utama,” paparnya.

Menurut Puadi, Bawaslu punya kewenangan di PKPU No. 9/2022 Pasal 23 terkait dugaan pelanggaran lembaga survei, baik melalui laporan masyarakat maupun temuan. Temuan itu hasil pengawasan aktif pengawas pemilu, meskipun sudah terdaftar di KPU faktanya di 2019 banyak menggunakan metode tidak ilmiah.

“Bawaslu menemukan dugaan-dugaan pelanggaran, metode yang digunakan tidak sesuai, memenuhi syarat formil materil untuk direkomendasikan ke KPU. Atau pintu laporan masyarakat, ada akal-akalan di lembaga survei. Kemarin banyak lembaga survei yang tidak sesuai dengan metode ilmiah yang dilakukan di hari tenang,” bebernya.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 509 j.o. Pasal 449 UU 7/2017, jika laporan masyarakat terbukti Bawaslu akan melakukan kajian dari laporan tersebut, jika memenuhi syarat formal dan materil akan diregistrasi, lalu melakukan proses pemeriksaan di Bawaslu bersama polisi dan jaksa, kalau masuk penyelidikan dan masuk penyidikan dan terbukti maka akan disanksi pidana.

“Sekedar informasi saja, juncto Pasal 449, Pasal 509, dendanya itu Rp 12 juta, kurungannya 1 tahun. Ada pidananya, harus betul-betul lembaga survei,” pesan Puadi.

Apa reaksi anda soal berita ini?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0

Pos terkait